Rabu, 07 Desember 2011

artikel kota magelang

Nama Magelang pun konon lahir karena posisi geografisnya yang berada di antara pegunungan. Karena, jika ditilik dari atas kota ini akan berbentuk seperti gelang. Dikelilingi pegunungan dan dipusati oleh bukit pula.
Dalam sejarahnya, dahulu kala orang-orang Belanda menjadikan kota ini sebagai pusat ekonomi untuk kerasidenan Kedu, kerasidenan merupakan sebuah distrik pemerintahan zaman Belanda. Diperkirakan ada beberapa pertimbangan penting terhadap pemilihan kota ini sebagai ibukota kerasidenan, seperti ; letaknya yang strategis di tengah pulau Jawa, udaranya yang sejuk untuk beristirahat, faktor geografis yang memiliki banyak perkebunan rakyat, dan tentunya pemandangan yang cukup menawan.
Kesemua hal di atas menjadikan pemerintah Belanda bersemangat membangun kota ini. Hal ini juga dikarenakan pada 1 April 1906 Magelang berstatus kota gemeente (kotapraja) yang berada di bawah kekuasaan pemerintahan Belanda untuk orang-orang Burgeemester (pegawai dan pejabat tinggi). Sehingga saat itu kota harus membangun berbagai fasilitas modern perkotaan, seperti ; fasilitas air, listrik, perbelanjaan, transportasi, hingga pariwisata. Fasilitas-fasilitas tersebut pun terus dibangun sesuai perkembangan zaman. Hingga saat ini masih banyak peninggalan Belanda yang masih kokoh berdiri dengan tegap, seperti ; water tower atau menara air di alun-alun kota yang dibangun pada tahun 1918, perumahan untuk para para perwira TNI, fasilitas listrik yang mengalir sejak tahun 1927 dan juga jalan beraspal di sekeliling kota.
Ternyata tidak hanya dari segi sejarah Magelang menarik, karena Magelang masih memiliki berbagai objek wisata yang menawan. Seperti; Taman Kyai Langgeng, taman yang dibangun untuk rekreasi keluarga ini terletak di tengah kota Magelang (kurang lebih 1 km dari pusat kota). Taman yang memiliki luas sekitar 25 hektar ini berdiri di lembah sungai Progo. Fasilitas yang tersedia pun sangat beraga; ada desa buku, koleksi tanaman dan hewan langka, wahana permainan (kereta mini, becak air, kereta air, roller coaster, dsb) dan juga kolam renang. Tidak cukup itu, turis pun dimanjakan dengan tersedianya penginapan mewah hotel berbintang lima Puri Asri yang letaknya berdampingan dengan taman ini.
Kemudian, tentu tidak yang dapat dilewatkan adalah situs sejarah terbesar dan terkenal di Indonesia yaitu Candi Borobudur. Candi dari zaman Dinasti Syailendra ini bisa dikatakan telah menjadi ikon Indonesia di mata dunia pariwisata internasional, selain Pulau Bali tentunya. Candi ini terletak di kecamatan Borobudur, ± 15 Km ke arah selatan dari pusat Kota Magelang, dan dapat ditempuh sekitar 30 menit menggunakan kendaraan umum yang banyak tersedia. Di dalamnya, selain dapat menikmati kemegahan arsitektur Borobudur, turis juga dapat berjalan-jalan mengitari area dengan kereta mini. Dan, masih banyak lagi fasilitas yang tersedia.
Tak hanya Taman Kyai Langgeng dan Candi Borobudur. Magelang juga memiliki beberapa tempat wisata menarik yang pantas untuk dikunjungi, seperti ; Gardu Pandang Ketep, gardu yang bisa digunakan untuk mengawasi keadaan Gunung Merapi. Candi Mendut, salah satu candi yang cukup besar dan terkenal selain Borobudur. Dan juga Daerah Wisata Kopeng, daerah wisata agro ini juga mengasyikkan karena udaranya yang sejuk ala pegunungan dan penuh dengan perkebunan, mirip Puncak di Bogor.
Selain faktor pariwisata yang cukup menawan, di kota ini juga terdapat institusi pendidikan yang terkenal, yaitu SMA Taruna Nusantara dan juga sekolah calon perwira TNI Angkatan Darat ‘Akademi Militer’ (AKMIL, dahulu bernama AKABRI). Institusi AKMIL telah melahirkan puluhan bahkan ratusan tokoh-tokoh militer Indonesia, termasuk pula Presiden SBY merupakan alumni akademi satu ini.

sejarah kota magelang

Ada yang berpendapat bahwa nama Magelang berasal dari kisah orang keling / Kalingga ke Jawa yang mengenakan hiasan gelang dihidungnya. Kata gelang, mendapatkan awalan “MA” yang menyatakan kata kerja memakai (menggunakan), maka berarti “MEMAKAI GELANG”. Menyimpulkan Magelang berarti daerah yang didatangi orang-orang yang menggunakan atau memakai gelang.
Adalagi yang berpendapat bahwa nama Magelang berawal dari kisah dikepungnya Kyai Sepanjang oleh prajurit Mataran saat “TEMU GELAP” atau rapat yang membentuk lingkaran.
Adapula yang mengaitkan nama Magelang itu dengan kondisi geografis daerah kedu “cumlorot” yang ternyata semakna dengan kata gelang. Berawal dari sebuah desa perdikan “Mantyasih” yang berarti beriman dalam cinta kasih. Penetapan desa Mantyasih tertulis pada Prasasti Manstyasih tanggal 11 April 907 M oleh Raja Dyah Balitung yang kemudian menjadi dasar penetapan Hari jadi Magelang. Desa tersebut kemudian berada disebelah barat kota magelang dengan nama Mateseh di wilayah kecamatan Magelang Utara kota Magelang.
Daerah perdikan ini dulu disebut Kebondalem atau kebun milik raja, yaitu Sri Sunan pakubuwono dari surakarta. Tanah yang membujur keselatan dari kampung Potrobangsan sempai kampung Bayeman sekarang. Dulunya adalah kebun kopi, rempah, buah – buahan dan sayur sayuran termasuk bayam atau “bayem” dalam bahasa jawa.
Sisa -Sisa pernah adanya kebun itu masih dapat dilihat dari nama – nama tempat seperti Kebondalem, yaitu sebuah kampung di kelurahan Potrobangsan.
= Kemirikerep / kemirirejo bekas kebun kemiri.
= Jambon  karena bekas kebun jambu.
= Bayeman dari bekas kebun bayam.
= Pucangsari dari bekas kebun yang indah ditanami bermacam – macam tumbuhan.
= Jambesari bekas kebun yang ditanami pohon pinang atau jambe.
= Karet bekas perkebunan pohon karet.
Sejarah Magelang
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke-18, dijadikanalah kota ini sebagai pusat pemerintah setingkat kabupaten, diangkatlah Mas Ngabehi Daneokromo sebagai Bupati pertama dengan gelar  Raden Tumenggung Danoeningrat. Beliaulah yang ” membubak alas” merintis berdirinya Kota Magelang dengan membuat alun-alun. Membangun tempat tinggal bupati sera sebuah Masjid dan Gereja GPIB Jalan ALun – alun utara.
Dalam perkembangan selanjutnya, bukan hanya Magelang digunakan sebagai pusar pemerintah akan tetapi dipilihlah Magelang sebagai ibukota Karesidenan Kedua pada tahun 1818 karena letaknya yang strategis, Dilalui jalan raya yang menuju Yogyakarta
Setelah kabupaten Magelang beralih dikuasai Belanda Mas Angebehi Danoekromo diangkat lagi menjadi Bupati (Regent) dan masih dengan gelarnya yang diberikan masa Inggris. Beliau wafat pada tanggal 28 september 1825 ketika memihak Belanda saat perang melawan Pasukan Diponegoro. Karena pada masa berkuasa mendirikan rumah kabupaten dan sebuah Masjid dan Gereja seperti dikutip diatas Beliu dapat dikatakan sebagai yang mendirikan Negeri Magelang setelah masa kemerdekaan, berdasarkan UU nomer 22 Tahun 1948 Kota Magelang berstatus sebagai Ibukota Kabupaten Magelang.
Namun berdasarkan UU nomer 13 Tahun 1950, Kota Magelang berdiri sendiri sebagai daerah yang beri hak untuk mengatur Rumah Tangga sendiri. Dalam perkembangannya, Kota Magelang terdpat 4 Badan Pemerintahan yang memiliki fungsi yang berbeda, yaitu :
1. Pemerintahanan Kotamadya Magelang ( sekarang Pemerintah Kota Magelang}
2. Perintah Kabupaten Kabupaten Magelang (sekarang Pemerintah Kabupaten Magelang)
3. Kantor Karisidenan Kedu ( sekarang Badan Koordinasi Wilayah I I  yang meliputi wilayah eks Karisidenan Keadu dan Surakarta}
4. Akademi Militer Nasional / AMN ( sekarang akademi Militer)
Adanya 4 instansi strategis sebagaimana diatas ternyata mempunyai skala pelayanan yang luas dan membutuhkan fasilitas dan sarana guna menunjang fungsinya masing – masing.
Persoalan tata ruang menjadi masalah utama dalam perkembangannya, sehingga ada kebijaksanaan untuk memindahkan Ibukota Kabupaten Magelang ke daerah lain.
Selain itu dasar pertimbangan laginya adalah nantinya pemindahan Ibukota lebih berorientasi pada strategi pengembangan wilayah yang mamapu menjadi stimulator bagi pertumbuhan dan perkembangan wilayah.
selanjutnya dari 4 alternatif ibukota yang dipersiapkan yaitu kecamatan Mungkid, Muntilan dan Mertoyudan ( 3M), Akhirnya Desa Sawitan Mungkid terpilih untuk menjadi Ibukota Kabupaten Magelang dengan nama Kota Magelang berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 1982.Peremian Kota Mungkid dilakukan pada tanggal 22 Maret 1984 oleh Gubernur Jawa Tengah. Momentun inilah yang dipakai menjadi Hari Jadi Kota Mungkid

Kota Magelang

Kota Magelang adalah salah satu kota di provinsi Jawa Tengah. Kota ini terletak di tengah-tengah kabupaten Magelang. Karena memang dulunya Kota Magelang adalah ibukota dari Kabupaten Magelang sebelum mendapat kebijakan untuk mengurus rumah tangga sendiri sebagai sebuah kota baru. Kota Magelang memiliki posisi yang strategis, karena berada di jalur utama Semarang-Yogyakarta. Kota Magelang berada di 15 km sebelah Utara Kota Mungkid, 75 km sebelah selatan Semarang, dan 43 km sebelah utara Yogyakarta. Kota Magelang terdiri atas 3 kecamatan, yakni Magelang Utara, Magelang Selatan dan Magelang Tengah , yang dibagi lagi sejumlah kelurahan. Hari Jadi Kota Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989, bahwa tanggal 11 April 907 Masehi merupakan hari jadi. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari seminar dan diskusi yang dilaksanakan oleh Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Magelang bekerjasama dengan Universitas Tidar Magelang dengan dibantu pakar sejarah dan arkeologi Universitas Gajah Mada, Drs.MM. Soekarto Kartoatmodjo, dengan dilengkapi berbagai penelitian di Museum Nasional maupun Museum Radya Pustaka-Surakarta. Kota Magelang mengawali sejarahnya sebagai desa perdikan Mantyasih, yang saat ini dikenal dengan Kampung Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan. Untuk menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti MANTYASIH. Ketiganya merupakan parsasti yang ditulis di atas lempengan tembaga. Parsasti POH dan Mantyasih ditulis zaman Mataram Hindu saat pemerintahan Raja Rake Watukura Dyah Balitung (898-910 M), dalam prasasti ini disebut-sebut adanya Desa Mantyasih dan nama Desa Glangglang. Mantyasih inilah yang kemudian berubah menjadi Meteseh, sedangkan Glangglang berubah menjadi Magelang. Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907. Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal dengan Gunung SINDORO dan Gunung SUMBING. Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini menjadi kotapraja dan kemudian kotamadya dan di era reformasi, sejalan dengan pemberian otonomi seluas - luasnya kepada daerah, sebutan kotamadya ditiadakan dan diganti menjadi kota. Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke 18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintahan setingkat Kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun - alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.